Fenomena ini akan mempengaruhi pendapatan devisa negara. Penilaian itu disampaikan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dengan mengutip data dari National Health Care Group International Business Development Unit (NHG-IBDU) Singapore.
Data itu mencatat 50 persen pasien internasional yang berobat di Singapura adalah warga Indonesia. Sementara, orang Indonesia yang berobat ke Malaysia tercatat 12.000 orang per tahun. Dalam kurun dua tahun, data itu selalu menjadi acuan bagi Menteri Endang untuk menjadi peringatan akan pentingnya segera memperbaiki kualitas layanan medis di Indonesia.
"Fenomena masyarakat lebih memilih berobat ke luar negeri dibandingkan menggunakan layanan kesehatan dalam negeri menjadi sebuah tantangan besar," kata Endang saat membuka Seminar dan kongres Nasional VII Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia (PORMIKI) di Kota Pontianak, Rabu 15 Februari 2012.
Karena itu, menurutnya, peningkatan kualitas rumah sakit dalam negeri harus segera dilakukan. Kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta pelayanan terhadap pasien menjadi tantangan untuk segera ditingkatkan sesuai standar internasional.
"Banyaknya kunjungan berobat ke luar negeri itu tentu akan mengurangi devisa negara yang seharusnya dapat dihindari jika pelayanan kesehatan di Indonesia mampu memenuhi harapan masyarakatnya," ujar Menteri Endang.
Dia berharap, rumah sakit di dalam negeri mampu mempersiapkan diri dengan mematangkan komitmen seluruh SDM-nya. Mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya terkait standar akreditasi internasional, melakukan self assessment dan mengidentifikasi kekurangan.
Selain itu, kata Menkes, penerapan standar akreditasi telah dilakukan pada rumah sakit meliputi bidang rekam medis, dan itu merupakan hal penting karena termasuk salah satu dari 8 bidang utama unsur penilaian standar akreditasi Joint Commission International (JCI)
Saat ini, kata Endang, kementeriannya sedang mengembangkan informasi kesehatan berbasis e-Health di Indonesia. Dia berharap, profesi perekam Medis dan Informasi Kesehatan (MIK) menjadi mitra pemerintah bersama organisasi profesi serta masyarakat termasuk swasta ikut mengembangkan pelayanan MIK di sarana pelayanan.
* Diakui Dunia
Layanan medis di Singapura memang telah mendapat reputasi baik di tingkat internasional. Baik buruknya layanan medis sangat mempengaruhi kualitas kesehatan publik di suatu negara.
Kualitas ini bisa dilihat pada tingkat kematian bayi dan harapan hidup. Data Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) mengungkapkan bahwa Singapura pada 2000 sudah menempati peringkat enam dalam daftar terbaik sistem kesehatan dunia.
Dalam statistik 2007, WHO juga menyebutkan baiknya sistem layanan kesehatan menyebabkan tingkat kematian bayi di Singapura terendah di dunia - dan hanya bisa disaingi oleh Islandia. Selain itu Singapura termasuk kelompok negara yang memiliki tingkat harapan hidup tertinggi.
Reputasi itu juga diakui oleh kalangan pengelola layanan medis swasta. "Singapura memiliki salah satu sistem perawatan kesehatan terbaik di dunia, baik dalam efisiensi pembiayaan, dan hasil yang dicapai dalam layanan kesehatan publik," demikian penilaian firma konsultan global, Watson Wyatt, dalam ulasannya pada 2004.
Menurut analisis Wyatt, kunci sukses Singapura ini adalah pemerintah mereka berani menerapkan prinsip layanan medis ini tidak ada yang diberlakukan gratis, bahkan di dalam sistem layanan kesehatan publik walaupun ada sedikit pemberian subsidi untuk kategori tertentu. Prinsip ini tak sampai menguras anggaran pemerintah. Alokasi anggaran pemerintah untuk layanan kesehatan hanya sekitar 3-4 persen dari total GDP per tahun.
Pada dekade 1990-an, Singapura merestrukturisasi semua rumah sakit umum. Ini berarti mereka, sudah dianggap sebagai badan usaha milik negara, dan tidak lagi sekadar rumah sakit umum yang disubsidi pemerintah, seperti yang masih terlihat di negara-negara berkembang. Manajemen rumah sakit BUMN itu dikelola secara lebih profesional. Singapura pun membuka pintu seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk investasi dalam layanan medis.
Pemerintah Singapura kini lebih banyak mengawasi layanan medis di semua rumah sakit, terutama di rumah sakit swasta, sesuai standar rata-rata dan kualitas harus selalu terjamin. Pemerintah juga memberikan kemudahan izin dan pajak bagi sektor swasta memperbaiki kualitas layanan dan fasilitas medis sehingga pasien menerima pelayanan yang menyeluruh tanpa harus mengeluarkan tambahan biaya.
Itulah sebabnya, dalam suatu survei, biaya medis di Singapura relatif lebih murah dari sesama negara maju lainnya. Bahkan untuk bedah medis, termasuk operasi plastik, tarif di Singapura bisa dua, atau tiga kali lipat lebih murah dari Amerika Serikat.
Reputasi inilah yang membuat Singapura percaya diri menjadikan layanan medis dan kesehatan menjadi salah satu industri andalan menambah pendapatan. Pengelola rumah sakit pemerintah maupun swasta berani berinvestasi membeli peralatan medis canggih, dan merekrut tenaga-tenaga unggulan dari luar negeri.
* Daya Tarik
Maka, layanan wisata medis (medical tourism) gencar dijual Singapura dalam beberapa tahun terakhir. Mereka mengundang daya tarik bagi para turis atau pasien asing menjalani rawat medis berkualitas tinggi, mulai dari sekadar general check-up hingga pengobatan penyakit dalam.
Laman informasi pariwisata Singapura, newsasia-singapore.com, mengungkapkan dalam 57 bulan saja layanan itu sudah mengundang satu juta pelancong medis (medical traveller). Pada 2012, Kementerian Kesehatan Singapura optimistis pada 2012 saja layanan wisata medis, dan pasar turisme bisa mendatangkan kocek sekitar $7 miliar.
Terobosan Singapura itu kini telah diikuti tetangganya, Malaysia. Melihat besarnya pendapatan dari bisnis wisata medis di Singapura, sekaligus mencegah makin banyak dokter mereka tergiur tawaran di negara-pulau itu, Malaysia dalam beberapa tahun terakhir juga mulai memperbaiki sektor layanan kesehatan.
Hasilnya sudah terlihat. Menurut Kepala Eksekutif Korporat Malaysia Healthcare, Vijayan Samuel, setiap tahun terjadi kenaikan 15 persen dari wisata medis. Dalam tiga tahun terakhir, 70 persen turis medis berasal dari Indonesia, kata Samuel di laman Malaysia Healthcare. Sejumlah rumah sakit di Kuala Lumpur, Melaka, dan Penang kini sudah menjadi tempat favorit bagi para turis menjalani layanan medis berkualitas. [Meilinda Chen / Jakarta]