China melarang seluruh maskapai penerbangan di negara itu untuk bergabung dalam skema perdagangan karbon Uni Eropa (ETS) yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon.
Pemerintah negara itu juga melarang maskapai mengenakan tarif tambahan karena alasan mengikuti skema perdagangan karbon ini.
Larangan dari Pemerintah China ini muncul seminggu setelah Asosiasi Transportasi Udara China mengatakan anggotanya tidak mendukung ETS.
Skema ini sendiri mulai diterapkan pada 1 Januari lalu dan memunculkan pungutan tarif di zona udara Uni Eropa berdasarkan emisi karbon.
Namun langkah Uni Eropa untuk menerapkan skema ini mendapat kritikan tidak hanya dari China tapi juga dari Kanada dan Uni Eropa.
China mengklaim rencana penerapan skema tersebut dapat mengakibatkan biaya tambahan sebesar US$ 124 juta bagi maskapai penerbangannya.
* Peran badan internasional
Sejumlah analis mengatakan mengingat kondisi ekonomi global saat ini dan ketidakpastian prospek industri perjalanan, maka perusahaan penerbangan khawatir skema itu akan memotong keuntungan mereka.
"Sektor ini telah menghadapi sejumlah tantangan," kata Chris De Lavigne dari Frost & Sullivan kepada media.
"Industri maskpai penerbangan telah terpukul dengan kenaikan harga bahan bakar dalam beberapa tahun terakhir dan tidak ada yang menginginkan adanya biaya-biaya tambahan lain dalam waktu dekat ini."
Uni Eropa memperkirakan skema ini akan menyebabkan kenaikan pungutan biaya sebesar antara 2-12 euro per penumpang.
Langkah yang dilakukan oleh pemerintah China ini sepertinya akan menambah rumit persoalan tersebut. Uni Eropa sendiri harus segera memutuskan langkah apa yang mereka ambil untuk hal ini.
"Anda harus menunggu bagaimana reaksi Uni Eropa setelah ini," kata Siva Govindasamy dari Flightglobal kepada media.
"Mereka mungkin akan melarang maskapai penerbangan asal China untuk terbagi di wilayah udara Eropa namun itu bisa menimbulkan aksi balasan dari China dan itu tentu tidak menguntungkan bagi kedua pihak."
Sejumlah kalangan mengusulkan agar persoalan ini perlu ditengahi oleh sebuah lembaga internasional seperti Organisasi Perdaganagan Dunia, WTO karena China menuding ada upaya untuk menerapkan praktek perdagangan yang tidak adil. [Yanti Ng / Jakarta]