Dalam kunjungannya ke Washington, AS, Menteri Luar Negeri Singapura K. Shanmugam menyuarakan keyakinannya bahwa Deplu menerima perlunya bekerja sama dengan China, namun komentar AS terlalu sering menilai politik Asia dalam terminologi olahraga "menang atau kalah".
"Tekanan domestik di Amerika Serikat dan tuntutan pemilu telah menimbulkan retorika anti-China dalam sejumlah perdebatan dalam kampanye calon Presiden," kata Shanmugam dalam konferensi tentang Singapura di Center for Strategic and International Studies, seperti dikutip Channel News Asia, Jumat (10/2/2012)
"Kami di Singapura memahami bahwa beberapa hari ini terjadi perdebatan untuk merebut kursi Presiden AS. Namun Amerika tidak boleh meremehkan sejauh mana retorika semacam itu dapat memicu reaksi yang dapat menciptakan realitas baru yang tidak diinginkan di kawasan," kata Menlu Singapura.
Singapura merupakan mitra dekat Washington dan basis utama logistik pangkalan militer AS. Namun negara-kota ini sangat tergantung pada perdagangan dengan kekuatan besar ekonomi Asia seperti China, Jepang, dan India.
"Kita bicara soal negara dengan penduduk 1,3 miliar orang. China menekankan kemajuan di segala bidang, mengambil tempat yang selayaknya dalam komunitas bangsa-bangsa, dan berhasil dalam upaya tersebut," kata Shanmugam.
Amerika Serikat, sementara mencari cara memangkas belanja militer raksasa untuk mengendalikan utang yang melonjak, telah menetapkan Asia sebagai prioritas mengingat pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kebangkitan China mengatur kembali kawasan itu.
Militer AS yang berusaha bekerja sama lebih erat dengan Filipina dan Vietnam, telah menuduh China suka berperang dengan mengontrol wilayah sengketa di Laut China Selatan.
Menlu Singapura itu mengatakan, Amerika Serikat harus dilihat dari sisi lain, dengan memajukan Trans-Pacific Partnership, sebuah pakta perdagangan baru yang melibatkan sembilan negara. "Merupakan kesalahan jika kita hanya fokus pada kehadiran militer di kawasan Asia dengan mengesampingkan dimensi lain kebijakan AS," tambahnya.
Presiden AS Barack Obama berulang kali mengatakan bahwa Amerika menyambut kebangkitan China dan akan menemukan "wilayah" kerja sama.
Wapres AS Joe Biden, menjelang kunjungan mitranya, Wapres China Xi Jingping, dalam sebuah pernyataan menyebutkan, dua kekuatan itu akan bekerja sama dalam "masalah praktis".
Menlu Singapura Shanmugam tidak menyebutkan contoh komentar "anti-China", namun sejumlah anggota parlemen AS menyampaikan kecemasan melihat kebangkitan China.
Dalam sidang kongres AS Selasa pekan ini, anggota kongres Dana Rohrabacher menyerukan Amerika Serikat untuk meningkatkan dukungan bagi Filipina, yang selama ini membantu AS, dalam masalah sengketa maritim dengan China. "Kita harus berdiri kokoh mendukung Pemerintah Filipina menghadapi China yang agresif dan arogan, China yang ekspansif, seperti halnya kita berdiri bersama melawan Islam radikal," kata Rohrabacher, Republikan asal California.
Perselisihan ekonomi AS dengan China juga kerap muncul ke permukaan. Dalam sebuah acara televisi komersial belum lama ini, anggota Kongres AS Pete Hoekstra, Republikan yang mencari kursi Senat di Michigan, menyerang lawannya dengan sebuah iklan yang mengeritik utang AS pada China.
Dalam iklan tersebut, seorang perempuan muda Asia, yang wajahnya tampak lebih mirip orang Vietnam dibandingkan China, dalam bahasa Inggris yang patah-patah mengatakan, "ekonomi Anda menjadi sangat lemah. Ekonomi kami sangat baik." [Janet Ong / Singapore]