Meskipun telah lama, dengan sejarah 400 tahun, kota Anping, di Taiwan selalu berada dalam kelas tersendiri. Pada waktu lampau, kota tersebut dinamakan Dayuan dan pernah dikenal sebagai kota internasional yang paling makmur di dunia.
Anping memiliki asal muasal dari budaya dan sejarah Taiwan, mulai dari masa penjajahan Eropa hingga ke penyerangan Jepang selama Perang Dunia II. Kependudukan dari dua penjajah ini meninggalkan warisan budaya, seperti yang sering dikatakan oleh masyarakat,"Jika anda ingin mengerti mengenai Taiwan, anda harus mulai dari Anping!"
Pada tahun 1624, kependudukan Belanda di Taiwan dimulai. Dengan pembangunan Benteng Zeelandia, Anping digunakan sebagai pos perdagangan untuk Timur Jauh sehingga dengan demikian membawa Anping ke tingkat perdagangan internasional untuk pertama kalinya.
Pada tahun 1661, Koxinga (Zheng Chenggong), jendral Dinasti Ming, mendarat di Anping dan melawan kolonial Belanda, yang berakhir dengan penyerahan Benteng Zeelandia di tahun 1662.
Benteng tersebut kemudian dihancurkan oleh pemerintah dan diubah menjadi basis militer untuk para pendukung yang ingin mengembalikan kejayaan Dinasti Ming.
Dipertahankannya status Anping sebagai pelabuhan perdagangan karena Anping menarik banyak pedagang asing dan juga duta besar. Sebagai hasilnya, model perkotaan pertama di Taiwan di mulai. Jalan Tua di Anping yang terkenal adalah merupakan jalan perdagangan pertama yang dibangun di Taiwan.
Pada awal abad ke-20, Jepang membangun "Kanal Anping Baru," sehingga membentuk suatu peluang yang tidak terbatas untuk kota tersebut. Akan tetapi, pusat pemerintahan dan perdagangan di Taiwan mulai berpindah ke selatan. Sekarang ini, Kantor Perdagangan Old Tait & Co dan Kantor Perdangangan Old Julius Mannich menjadi perusahaan asing yang tersisa yang masih berdiri di Anping, mengingatkan generasi tua akan masa lalu dari kota multi kultur tersebut.
Sebagai tambahan dari sejarah dan kebudayaannya yang kaya, Anping juga dikenal akan pemandangan matahari terbenam yang indah, kehidupan malam, kebudayaan rakyat, pemandangan alam yang indah, kegiatan air, dan masakan bersejarah yang lezat, termasuk di antaranya sup bakso ikan, bakso udang dan anggur tiram.
Anping dulu pernah menjadi desa nelayan Taiwan yang damai. Sebelum pergi berlayar dan menangkap ikan, para nelayan akan menikmati semangkuk panas Dim Sum (yang berarti: "menyentuh hati.") Masakan tersebut kemudian berkembang menjadi makanan ringan yang lezat yang hanya dapat dibeli di Anping, memuaskan selera makan dari para turis dan penduduk local.
Tata kota dari gang dan jalan di Anping menciptakan sebuah tantangan bagi para pengendara yang berusaha untuk mengemudi di kota tua. Jalan-jalan yang berliku dan dinding yang terlihat serupa, menjadi kendala bagi para penjelajah musiman. Lumut tua yang menutupi dinding, sumur yang tidak terpakai lagi, dan pohon beringin dimana merupakan tempat-tempat yang sering menjadi tempat istirahat para penjelaja adalah bagian dari ornament di jalan-jalan Anping.
* Benteng Anping
Benteng Anping yang bersejarah, atau Benteng Zeelandia, sebagaimana disebutkan oleh Belanda, adalah benteng tertua di Taiwan. Menjadi pusat dari Koloni Belanda dan rumah bagi tiga generasi keluarga Zheng Chenggong, Benteng Zeelandia saat ini didaftar sebagai peninggalan bersejarah di Taiwan.
Dinding dari Benteng Zeelandia terdiri dari batu bata yang dibuat dari bahan-bahan yang sederhana seperti ketan, gula merah dan air. Benteng telah berdiri selama 300 tahun dan saat ini berdiri sebagai saksi yang bangga akan sejarah Taiwan. Benteng tersebut pernah dinominasi sebagai "Objek Kebahagiaan Seabad"
* Rumah Teh Anping
Di salah satu gudang yang terbengkalai dari Kantor Perdangagan Old Tait & Co. tumbuh banyak sekali pohon beringin, yang menciptakan sebuah ilusi dinding yang tumbuh dari pohon dan menciptakan pemandangan yang sangat menginspirasi
* "Pedang Singa" – Penjaga Kokoh Anping
Karena terbatasnya area bangunan di Anping, jalan-jalan dan gang direncanakan untuk mengikuti kontur dari tanah. Dengan demikian, bukan hanya menciptakan jalan yang berliku dan tidak beraturan, tetapi juga melawan beberapa feng shui yang dianggap tabu.
Sebagia hasilnya, banyak penduduk yang meletakkan patung singa dari kayu ataupun tanah liat sebagai pembawa keberuntungan, di sepanjang Anping. Terukir di setiap dahi dari singa, terdapat karakter China yang bertuliskan "raja", dan patung-patung tersebut membawa pedang di mulut mereka.
Patung pedang singa ini dibuat menggunakan warna-warna yang berbeda yang melambangkan status dari pembuatnya. Tidak ada satu singa yang terlihat sama, dan pedang singa ini menjadi symbol status yang membedakan rumah anda dari rumah tetangga anda.
Penduduk dari Kota Anping mulai menggunakan pahatan pedang singa, setelah Jenderal Zheng Chenggong berhasil mengalahkan koloni Belanda. Ketika para prajurit selesai berlatih setiap hari, mereka akan meletakkan pedang mereka di antara gigi dari perisai berbentuk singa, menciptakan gambaran garang yang akhirnya dicontoh oleh para penduduk Anping.
Saat ini, pedang singa yang telah tua menciptakan sebuah pemandangan yang menarik. Mencari harta karun di sepanjang jalan dan menjadi saksi dari kejayaan yang memudar dari pedang singa, telah menjadi aktifitas popular untuk para pengunjung Anping.
Saat ini, pedang singa tetap menjadi monument dari kebudayaan Anping dan menjadi inspirasi dari para seniman muda untuk menciptakan dan mewariskan jiwa dari pedang singa. Toko souvenir di Anping menjual kepada para turis beragam pedang singa, membawa singa ini ke kancah internasional.
Banyak bangunan bersejarah Anping yang menyimpan harta dan kisah yang telah hilang selama bertahun tahun. Dengan kejutan di setiap sudut, menjelajahi Anping sendiri, mungkin merupakan cara terbaik untuk menikmati kebudayaan dan sejarah peninggalannya.
Turis dapat menikmati matahari terbenam, mencari tahu mengenai kehidupan malam di kota kuno, berjalan jalan atau mencoba masakan unik dari Anping sehingga dapat menikmati contoh unik dari kebudayaan Taiwan.
Toko di sepanjang Jalan Tua Yanping adalah tempat bagus untuk mencari kado dan kenang-kenangan yang unik sehingga tidak ada seorangpun yang meninggalkan Yanping tanpa membawa apa-apa. [Raymond Teo / Taipei]