Siswa dan aktivis pro-demokrasi berada di antara mereka yang melakukan aksi jalanan menuju gedung pemerintahan Hong Kong. Badan eksekutif Hong Kong yang dipilih Beijing berharap sekolah-sekolah mulai menggunakan kurkulum itu ketika kembali memasuki ajaran baru pada September.
Pengunjuk rasa khawatir kurikulum itu itu dimanfaatkan untuk melakukan pencucian otak anak-anak Hong Kong dalam mendukung Partai Komunis China. Tapi pemerintah Hong Kong membantah dengan mengatakan kurikulum itu dimaksudkan untuk membangunan kebanggan nasional China.
Protes ini merupakan tanda-tanda terkini atas meningkatnya rasa tidak senang di Hong Kong terkait meningkatnya pengaruh China Daratan di kawasan pusat perekonomian yang bebas tersebut setelah kembali ke China setelah lebih dari se abad dibawah kekuasaan kolonial Inggris.
Ketegangan juga telah mencuat akibat ketidaksetaraan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan demokrasi serta arus warga China kaya dengan bebas masuk guna berbelanja, yang tampaknya mempengaruhi harga perumahan dan penyewaan toko di Hong Kong yang melonjak.
Para demonstran dengan membawa plakat dan spanduk serta meneriakkan slogan menyerukan pemerintah untuk menarik rencananya untuk memperkenalkan kurikulum Pendidikan Nasional itu.
Tapi Pemerintah Hong Kong bersikukuh untuk tetap membuat kurikulum itu menjadi mata pelajaran wajib dalam tingkat sekolah dasar yang akan dimulai pada 2015 dan sekolah menengah lanjutan pertama setahun setelahnya.
Menurut garis pedoman kurikulum, para siswa akan mempelajari mengenai para pemimpin politik China, upaya dan kontribusi yang telah mereka lakukan serta kesulitan dan tantangan yang mereka hadapi.
Kontroversi menyeruak setelah beberapa laporan muncul bahwa kelompok pro-Beijing mempublikasi sebuah buku kecil untuk digunakan dalam kelas yang memuji keunggulan pemerintahan satu partai.
Polisi memperkirakan sekitar 19.000 orang berada di jalanan. Meskipun panas menyengat, banyak para orang tua siswa ikut serta. Sekelompok siswa meneriakkan: "Kami ingin kebenaran, kami menolak pencucian otak." [Eleven Yang / Hong Kong]