"Masalah yang tidak terselesaikan terkait Kepulauan Ryukyu telah mencapai tenggat waktu dan ini harus dipertimbangkan kembali," ujar seorang pengamat dari Akademi Ilmu Sosial China, Zhang Haipeng dan Li Guoliang, dalam artikelnya di Suratkabar People's Daily, Rabu (8/5/2013).
Kedua akademisi itu membahas deklarasi di era Perang Dunia II mengenai kesepakatan Jepang mengembalikan wilayah China. Mereka berargumen, China memiliki kedaulatan sah di Kepulauan Ryukyu dan juga Pulau Okinawa.
Okinawa merupakan pulau terbesar di Kepulauan Ryukyu, yang membentang sekira 1,000 kilometer dari wilayah Jepang. Dinasti Ryukyu merupakan kerajaan independen yang menguasai pulau itu pada abad ke-15 hingga 19. Kerajaan itu mempersatukan Pulau Okinawa dan memperlebar kekuasaanya hinga ke Pulau Amami (sekarang bernama Kagoshima).
Banyak warga China yang bermukim di Ryukyu untuk melayani kaisar dan berdagang. Atas permintaan Kaisar Ryukyu, Dinasti Ming di China mengirimkan 36 keluarga dari Fujian ke pulau tersebut pada 1392 sebagai bagian dari perjanjian maritim.
Oleh karena itulah, banyak warga Ryukyu yang merupakan keturunan atau imigran China. Dinasti Ryukyu juga memiliki hubungan historis yang cukup erat dengan China, mereka juga bisa dikatakan mengabdi pada Negeri Panda sebelum akhirnya ditaklukkan Jepang pada 1879.
Beberapa sejarawan China menggunakan faktor historis untuk memperkuat klaim negaranya atas wilayah tersebut. Mereka juga membantah kedaulatan Jepang di Ryukyu. Menurut mereka, Jepang mendapatkan Ryukyu lewat ekspansi militernya.
Sejauh ini, Pemerintah China tidak pernah mengutarakan klaimnya atas Kepulauan Ryukyu. Namun media-media dalam negeri China terus mendesak negaranya mengklaim pulau itu dan mempertanyakan keabsahan kedaulatan Jepang di Ryukyu. [Louis Koh / Beijing]
***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id