Dalam video itu, Chen mengajukan tiga tuntutan antara lain agar Wen Jiabao menyelidiki apa yang disebutnya sebagai pemukulan terhadap anggota keluarganya.
Para pegiat hak asasi mengatakan Chen menyelinap keluar dari rumahnya di Dongshigu, Provinsi Shandong, Minggu (22/04) lalu.
Sejauh ini belum diketahui di mana posisi Chen, walapun beberapa laporan menyebutkan dia berada di Beijing.
Chen dikenai tahanan rumah sejak dia dibebaskan dari hukuman penjara selama empat tahun pada 2010 lalu.
Dalam video yang diunggah dalam situs Boxun, situs berita yang dijalankan kelompok pembangkang China yang berbasis di Amerika Serikat, Chen meminta agar Perdana Menteri Wen Jiabao menyelidiki dan menuntut pejabat lokal, yang disebutnya memukuli anggota keluarganya.
Dia juga meminta keamanan keluarganya dijamin, selain menuntut agar kasus korupsi di China ditangani secara lebih serius.
Kalangan dunia internasional sebelumnya mengecam otoritas China yang dianggap memperlakukan pegiat HAM itu sewenang-wenang, yang ditandai antara lain pelarangan putrinya untuk bersekolah.
Tidak sedikit simpatisan Chen yang mencoba mengunjungi rumahnya, tetapi mereka mengaku kemudian dipukul oleh aparat negara itu.
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton telah berulang kali menyerukan pembebasan Chen dan berjanji akan membicarakan persoalan ini saat kunjungannya ke Beijing, pekan depan.
* Kedutaan AS
Seorang aktivis HAM yang berbasis di AS mengaku telah mengontak Chen dan menegaskan bahwa pembangkang itu telah meninggalkan Shandong.
"Sekarang Chen berada di Beijing dan dalam kondisi aman 100%,'' kata Bob Fu, pendiri ChinaAid berbasis, yang berbasis di Texas, AS, kepada BBC melalui email.
Aktivis lainnya yang berbasis di China, Dia Peirong, yang terus mengkampanyekan pembebasan Chen, kepada berbagai sumber menyatakan bahwa dia mengantar Chen ke "tempat yang aman" di luar Shandong.
Ada juga isu yang belum bisa dikonfirmasi bahwa Chen, yang buta, sudah berada di dalam Kedutaan Besar AS di Beijing.
Kedutaan AS sejauh ini '' tidak mau berkomentar'', demikian laporan kantor berita Associated Press.
Chen Guangcheng, yang telah menjalani tahanan rumah selama hampir 20 bulan semenjak dibebaskan pada 2010 lalu, kehilangan penglihatan sejak kanak-kanak.
Dia pernah mengikuti pelatihan hukum formal, karena mengaku tidak diijinkan mengikuti kuliah karena matanya yang buta.
Dia makin dikenal karena mengungkapkan persoalan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah China melalui kebijakan satu anak.
Akibat kebijakan ini, menurutnya, sejumlah pejabat di provinsi Shandong memaksa 7.000 perempuan untuk aborsi atau sterilisasi.
Dalam beberapa kasus, dia juga membantu para petani dalam memperjuangkan tanahnya. Chen dikenal pula dalam berbagai kampanye terkait kaum penyandang cacat. [Louis Koh / Beijing]