Perubahan wajah mode China tersebut dipicu tumbuhnya permintaan pasar domestik akan produk mewah produksi dalam negeri, selain tingginya animo pasar terhadap luxury product yang ditawarkan merek asing. Firma analisis pasar global McKinsey memprediksi terjadi peningkatan signifikan di pangsa pasar China terhadap produk mewah, dari 12% pada 2011 menjadi 22% pada 2015.
Prediksi tersebut tentu saja bukan pepesan kosong, apalagi jika melihat antusiasme khalayak mode Negeri Tirai Bambu yang menghadiri agenda mode enam bulanan, China Fashion Week. Pekan mode yang berlangsung selama 8 hari di Beijing tersebut menampilkan koleksi dari ratusan desainer domestik China juga rumah mode internasional.
China Fashion Week yang didukung Mercedes-Benz sebagai sponsor tidak hanya mendemonstrasikan tren terbaru di atas catwalk, melainkan menunjukkan kekuatan mode China dari segi desain juga branding.
Lebih dari 40 merek lokal berpartisipasi, berbagi panggung dengan para desainer papan atas China, termasuk Wang Yutao, yang tahun lalu menerima penghargaan di Berlin Fashion Week. Di atas catwalk, identitas lama China sebagai pusat plagiarisme mode dan negara manufaktur telah sirna. Para desainer muda yang semakin banyak bermunculan selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kepiawaian mereka mengolah bahan dan bermain teknik, yang sekaligus memperlihatkan wajah baru industri mode China.
Kendati koleksi yang disajikan masih lebih bernapas kostum dibandingkan couture, Beijing mulai menunjukkan tajinya sebagai fashion capital di ranah Asia, menyusul Hong Kong, Tokyo, dan Singapura yang sudah lebih dulu menetapkan peringkat mereka. Para desainer Beijing memang tidak menutup mata akan jalan panjang yang masih harus mereka tempuh guna mencapai predikat sebagai kota mode. Apalagi ditambah anggapan mengenai China sebagai pusat plagiarisme yang masih banyak beredar.
Hu Sheguang, desainer Beijing yang berpengalaman selama 25 tahun di Eropa, mengatakan jalan Beijing dan industri mode China secara keseluruhan memang masih panjang, namun langkah menuju kota mode Asia bukan berarti mustahil.
"Terlebih saat ini ketika ekonomi Amerika dan Eropa tengah tersendat, negara-negara Asia justru bisa lebih menonjol," katanya.
Alasan itu juga yang membuat Hu mengambil latar belakang krisis finansial Eropa dan Amerika Serikat sebagai inspirasi bagi koleksinya.
"Krisis finansial di Eropa dan Amerika sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sana, saya menunjukkannya melalui koleksi bertema dark," papar Hu, yang mengatakan dirinya memilih kembali ke Beijing karena percaya industri mode Beijing akan semakin maju beberapa tahun ke depan.
"Saya optimistis China punya banyak desainer berbakat," imbuhnya.
Pendapat Hu dipertegas dengan koleksi- koleksi yang ditampilkan para desainer, terutama mereka yang masuk dalam jajaran perancang muda.
Tahun lalu China Fashion Weekhanya mempertunjukkan koleksi dari dua sekolah mode dalam kompetisi desain yang bertujuan mencari talenta baru.Tahun ini terdapat enam sekolah mode yang berpartisipasi. Li Danggi, Ketua China Association of Fashion Design, menyebutkan bahwa China Fashion Week diharapkan bisa menjadi gerbang, terutama untuk desainer muda dan pengusaha mode pemula, untuk mengembangkan bakat dan bisnis mereka.
"Pekan mode menjadi semacam panggung ujian bagi para desainer muda dan pengusaha mode pemula untuk mengasah dan memperkuat brandmereka," katanya.
Adapun Wakil Presiden China Association of Fashion Designers Li Yuanfeng mengatakan bahwa pekan mode merupakan platform yang tepat bagi desainer muda untuk menunjukkan kreativitasnya kepada komunitas fashion.
"Mereka adalah potensi masa depan bagi dunia mode. Namun, kesuksesan mereka bergantung pada seberapa jauh pemahaman mereka terhadap industri fashion itu sendiri. Dengan mengikuti fashion week sejak dini, mereka bisa belajar seluk-beluk industri ini, bahkan menentukan target konsumen yang tepat," papar Li, seperti dilansir harian Xinhua.
"Industri fashion di China masih dalam tahap inisiasi. Karenanya, kami terus berusaha mengembangkan dan keterlibatan para desainer muda adalah salah satu cara yang kami lakukan untuk berkembang," sambungnya.
Sementara, berkenaan dengan isu plagiarisme yang masih menjadi momok bagi industri mode China, Yuanfeng mengatakan bahwa China memang tengah berusaha menyelesaikan masalah tersebut.
"Kami sangat sadar bahwa desain mode merupakan proses kreatif yang membutuhkan pemahaman seorang desainer,bukan hanya dari segi artistik, juga teknologi. Tentu tanpa melupakan ideologi, sejarah, budaya, dan pola konsumsi. Apa yang terjadi di China belakangan ini adalah karena teknologi yang memudahkan seseorang mendapatkan informasi terbaru," paparnya.
"Namun, kami telah mengimbau kepada pelaku mode untuk berkreasi dengan ideologi dan visi yang mereka miliki dan berusaha melindungi hasil karya mereka dalam undang-undang hak cipta yang tengah kami diskusikan lebih lanjut," sebutnya. [Li Xing Yi / Shanghai]