INTERNASIONAL | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 08 April 2012

POL POT, PUTRA DARI KELUARGA TIONGHOA KAYA

Thet Sambath, wartawan senior Phnom Penh Post, kini tidak bisa lagi hidup tenang. Sejak Mei 2010, tepatnya setelah Khmer Rouge, Enemies of the People – film dokumenter hasil garapannya — beredar luas di dalam dan luar negeri, ia diteror tentara pemerintahan PM Hun Sen.

"Saya dilecehkan di depan publik," ujar Sambath kepada Guardian. "Ke mana pun saya pergi, saya di kuntit orang-orang berseragam dan mata-mata."

Dalam satu kesempatan, masih menurut Sambath, tentara berpakaian sipil dan berseragam mengejar dengan mobil dan sepeda motor seolah akan menghabisi buruannya. Sambath tidak tahu mengapa dirinya tidak langsung dibunuh.

"Saya tahu pemerintah Kamboja saat ini khawatir atas apa yang saya ungkap dalam film," lanjut Sambath. "Film ini akan menghancurkan reputasi mereka. Saya tahu terlalu banyak, dan saya yakin pemeirntah ingin saya mati."

Khmer Rouge, Enemy of the People dibuat tahun 2009. Film masuk daftar pendek nominasi Oscar, dan dianggap sebagai watershed politik dan sejarah. Film berisi wawancara dengan Nuon Chea, brother number 2 dalam hirarki kepemimpinan Khmer Merah. Nuon Chea — keturunan Tionghoa yang saat kecil bernama Lau Ben Kon ( ) — juga pemimpin ideologi partai pimpnan Pol Pot. Sambath melacak dan meng ikutinya selama sepuluh tahun, seraya terus berupaya mendapat kesempatan wawancara dengannya.

Dalam film itu, Chea mengatakan dirinya dan Pol Pot memutuskan untuk membunuh dan menghancurkan anggota partai yang dianggap sebagai musuh rakyat. Di lapis bawah, kader Khmer Merah menjalankan perintah itu dengan menggorok setiap orang yang dianggap musuh.

Film menciptakan kegemparan di dalam dan luar negeri, memenangkan Sundance Film Festival, dan meraih 30 penghargaan lainnya. Sambath, lewat film ini, dianggap melanggar sesuatu yang tabu di Kamboja saat ini, yaitu menghadirkan perdebatan mengenai benarkah Khmer Merah membantai rakyatnya sendiri. "Saya tahu film ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan Kamboja sebagai bangsa," kata Sambath.

Film bertutur tentang bagaimana Khmer Merah membunuh. Menurut Sambath, bagian film inilah yang membuat pemerintah marah, karena tidak sama dengan apa yang mereka katakan selama ini. Film ini membuat setiap orang di Kamboja dikhawatirkan menuntut pemerintah menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, dan mengapa harus berbohong.

Pol Pot, putra keluarga Tionghoa kaya bernama asli Saloth Sar, terlanjur dituding sebagai arstitek pembantaian. Sambath, melalui serangkaian wawancara dengan mantan pemimpin regional dan nasional Khmer Merah, menunjukan bukti yang terjadi adalah pertikaian internal partai yang meluas sampai ke desa-desa.

Sambath menemukan bukti pembantaian di desa-desa dilakukan lawan-lawan politik Pol Pot, dengan tujuan mendestabilisasi negara, sebelum melakukan kudeta. Rob Lem kin, yang membantu menyutradarai film ini, mengatakan; "Kenyataannya adalah Khmer Merah terpecah, dan perpecahan itulah yang menyebabkan Killing Fields."

Lemkin kini membantu Sambath menyutradari lanjutan Enemy of the People, yaitu – judulnya masih tentative – Suspicious Mind.

Sambath melakukan semua ini tanpa diketahui pemerintah Kam boja, yang notabene dipimpin mantan perwira Khmer Merah, yaitu Hun Hen. Hampir seluruh wawancara dilakukan di tengah hutan, atau di desa-desa tempat mantan prajurit Khmer Merah kembali ke kehidupan normalnya.

Kisah Pol Pot

Saloth Sar (lahir 19 Mei 1928 – meninggal 15 April 1998 pada umur 69 tahun), lebih dikenal sebagai Pol Pot, adalah pemimpin Khmer Merah dan Perdana Menteri Kamboja dari 1976 hingga 1979. Pemerintahannya banyak disalahkan untuk kematian sekitar dua juta warga Kamboja, meski perkiraan jumlahnya beragam.

Pada awal 1976 pihak Khmer Merah menahan Sihanouk dalam tahanan rumah. Pemerintah yang ada saat itu segera diganti dan Pangeran Sihanouk dilepas dari jabatannya sebagai kepala negara. Kamboja menjadi sebuah republik komunis dengan nama "Kamboja Demokratis" (Democratic Kampuchea) dan Khieu Samphan menjadi presiden pertama.

Pada 13 Mei 1976 Pol Pot dilantik sebagai Perdana Menteri Kamboja dan mulai menerapkan perubahan sosialis terhadap negara tersebut. Pengeboman yang dilakukan pihak AS telah mengakibatkan wilayah pedesaan ditinggalkan dan kota-kota sesak diisi rakyat (Populasi Phnom Penh bertambah sekitar 1 juta jiwa dibandingkan dengan sebelum 1976).

Saat Khmer Merah mendapatkan kekuasaan, mereka mengevakuasi rakyat dari perkotaan ke pedesaan di mana mereka dipaksa hidup dalam ladang-ladang yang ditinggali bersama. Rezim Pol Pot sangat kritis terhadap oposisi maupun kritik politik; ribuan politikus dan pejabat dibunuh, dan Phnom Penh pun ikut berubah menjadi kota hantu yang penduduknya banyak yang meninggal akibat kelaparan, penyakit atau eksekusi. Ranjau-ranjau darat (oleh Pol Pot mereka disebut sebagai "tentara yang sempurna") disebarkan secara luas ke seluruh wilayah pedesaan.

Pada akhir 1978, Vietnam menginvasi Kamboja. Pasukan Kamboja dikalahkan dengan mudah, dan Pol Pot lari ke perbatasan Thailand. Pada Januari 1979, Vietnam membentuk pemerintah boneka di bawah Heng Samrin, yang terdiri dari anggota Khmer Merah yang sebelumnya melarikan diri ke Vietnam untuk menghindari penmbasmian yang terjadi sebelumnya pada 1954. Banyak anggota Khmer Merah di Kamboja sebelah timur yang pindah ke pihak Vietnam karena takut dituduh berkolaborasi. Pol Pot berhasil mempertahankan jumlah pengikut yang cukup untuk tetap bertempur di wilayah-wilayah yang kecil di sebelah barat Kamboja. Pada saat itu, Tiongkok, yang sebelumnya mendukung Pol Pot, menyerang, dan menyebabkan Perang Tiongkok-Vietnam yang tidak berlangsung lama.

Pol Pot, musuh Uni Soviet, juga memperoleh dukungan dari Thailand dan AS. AS dan Tiongkok memveto alokasi perwakilan Kamboja di Sidang Umum PBB yang berasal dari pemerintahan Heng Samrin. AS secara langsung dan tidak langsung mendukung Pol Pot dengan menyalurkan bantuan dana yang dikumpulkan untuk Khmer Merah.

Jumlah korban jiwa dari perang saudara, konsolidasi kekuasaan Pol Pot dan invasi Vietnam masih dipertentangkan. Sumber-sumber yang dapat dipercaya dari pihak Barat [1]⁠ menyebut angka 1,6 juta jiwa, sedangkan sebuah sumber yang spesifik, seperti jumlah tiga juta korban jiwa antara 1975 dan 1979, diberikan oleh rezim Phnom Penh yang didukung Vietnam, PRK. Bapa Ponchaud memberikan perkiraan sebesar 2,3 juta—meski jumlah ini termasuk ratusan ribu korban sebelum pengambil alihan yang dilakukan Partai Komunis. Amnesty International menyebut 1,4 juta; sedngkan Departemen Negara AS, 1,2 juta. Khieu Samphan dan Pol Pot sendiri, masing-masing menyebut 1 juta dan 800.000.

Pol Pot mundur dari jabatannya pada 1985, namun bertahan sebagai pemimpin de facto Partai Komunis dan kekuatan yang dominan di dalamnya.

Pada 1989, Vietnam mundur dari Kamboja. Pol Pot menolak proses perdamaian, dan tetap berperang melawan pemerintah koalisi yang baru. Khmer Merah bertahan melawan pasukan pemerintah hingga 1996, saat banyak pasukannya yang telah kehilangan moral mulai meninggalkannya. Beberapa pejabat Khmer Merah yang penting juga berpindah pihak.

Pol Pot memerintahkan eksekusi terhadap rekan dekatnya Son Sen dan sebelas anggota keluarganya pada 10 Juni 1997 karena mencoba mengadakan persetujuan dengan pemerintah (kabar tentang ini tidak diketahui di luar Kamboja selama tiga hari). Pol Pot lalu melarikan diri namun berhasil ditangkap Kepala Militer Khmer Merah, Ta Mok dan dijadikan tahanan rumah seumur hidup. Pada April 1998, Ta Mok lari ke daerah hutan sambil membawa Pol Pot setelah sebuah serangan pemerintah yang baru. Beberapa hari kemudian, pada 15 April 1998, Pol Pot meninggal - kabarnya akibat serangan jantung. Jasadnya kemudian dibakar di wilayah pedesaan, disaksikan oleh beberapa anggota eks-Khmer Merah. [Zhang Mei Ling / Jakarta]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA