Ada sekitar 1.000 umat Katolik keturunan Tionghoa di Italia. Hampir setengah dari mereka tinggal di Prato. Dari data resmi ada sekitar 12.000 atau bahkan diperkirakan sebanyak 50.000 orang Tionghoa tinggal di kota itu.
Keberhasilan ekonomi warga keturunan China itu telah menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan dengan pengusaha Italia. Para pengusaha Italia mengatakan mereka yang berkuasa, tapi bisnisnya bangkrut akibat persaingan dengan perusahaan China yang menerapkan harga murah.
Menurut kritikus, bisnis China lebih beruntung karena mereka dapat mengandalkan pekerja ilegal dan upah murah dan tidak menghormati persyaratan hukum perburuhan Italia.
Ketegangan terjadi di Prato akibat situasi ekonomi Italia yang memburuk. "Situasi tetap tegang dan hubungan [diantara kedua komunitas] sulit," kata Pastor Francesco Saverio Wang, kepala Paroki Kenaikan Yesus Kristus dan pastor untuk komunitas China di Prato.
Imam itu mengatakan bahwa ada prasangka terhadap imigran China di Italia, yang sering dituduh melakukan kejahatan, seperti tidak membayar pajak secara penuh, dan penduduk asli sering disalahkan.
Selama pertemuan dua hari, umat Katolik keturunan Tionghoa dari seluruh Italia membahas bagaimana meningkatkan hubungan dengan warga Italia dan meningkatkan persatuan di kalangan warga China. Salah satu isu utama masih terkait bahasa Italia.
"Banyak warga Tionghoa sedikit atau tidak bisa berbicara bahasa Italia, sehingga mereka tidak bisa menyampaikan apa yang mereka pikirkan. Untuk itu, kami menyelenggarakan kursus gratis bahasa Italia di sejumlah paroki sepanjang tahun," kata Pastor Wang.
Namun, menurut imam itu, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk "mendidik" masyarakat Tionghoa.
"Kami harus mengajarkan kepada kerabat kami, bahwa hidup ini tidak semua untuk mendapatkan uang. Warga China banyak yang tidak mematuhi undang-undang Italia dan tidak tertarik untuk belajar tentang budaya Italia. Kami harus mendidik mereka."
Terkait hal ini, peserta pertemuan itu mengatakan bahwa umat Katolik China, meskipun "minoritas dalam minoritas," bisa berperanan penting. "Kita bisa menjadi jembatan, mulailah dengan mengubah diri kita sendiri."
Umat Katolik China berkumpul di Prato juga mencerminkan bagaimana membawa iman mereka dalam komunitas Tionghoa yang lebih luas. Pada hari Sabtu, sekelompok biarawati, seminaris dan umat awam pergi ke daerah pemukiman China, untuk memberikan kesaksian iman mereka dan membagikan brosur-brosur tentang komunitas Katolik itu. Kemudian, pada hari Minggu, mengadakan prosesi Bunda Maria melintasi lingkungan China.
Tapi, secara umum, orang China tetap curiga terhadap minoritas Katolik. Beberapa pemilik toko menolak berbicara kepada mereka dan kejadian lain telah dilaporkan di Komunitas China di Prato bahwa pekerja Katolik telah dipecat oleh majikan mereka akibat keterlibatan mereka dalam kegiatan Gereja seperti ziarah.
Keterlibatan dalam kegiatan paroki tetap sulit karena orang-orang diharapkan untuk bekerja 12 atau 15 jam sehari.
Selama Misa Minggu di Katedral Prato, uskup setempat, Mgr Gastone Simoni, mengatakan bahwa warga Tionghoa dan Italia harus berhenti mengatakan "kita" dan "mereka" dan menyadari bahwa, sebagai orang Kristen, kedua pihak berasal adalah "kita" dalam iman yang sama.
Homilinya diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin oleh Uskup Agung Savio Hon Tai Fai, sekretaris Kongregasi Evagelisasi Bangsa-Bangsa Vatikan.
Pada Sabtu, Uskup Agung Savio membaptis lima orang China dewasa. "Kita adalah komunitas kecil, tapi kita memiliki akar yang kuat," katanya.
Pertemuan tahunan umat Katolik keturunan Tionghoa dimulai lima tahun lalu, ketika paus menetapkan hari doa bagi Gereja di China. [Miao Miao / Beijing]