AS mendapat laporan dari para aktivis mengenai kasus memprihatinkan yang menimpa seorang wanita China bernama Cao Ruyi. Wanita itu akan terpaksa menggugurkan kandungannya, jika dia tidak mampu membayar denda kepada otoritas Provinsi Hunan, wilayah tempat tinggalnya. Dia diberikan waktu untuk membayar denda tersebut hingga Sabtu (16/6) mendatang.
"Dengan terang-terangan AS menentang keras semua aspek kebijakan pemaksaan pembatasan kelahiran China, termasuk pemaksaan aborsi dan sterilisasi, dan kami selalu membahas isu ini dengan pemerintah China," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Victoria Nuland, seperti dilansir oleh news.com.au, Selasa (12/6/2012).
Sebuah organisasi advokasi bernama All Girls Allowed, yang dipimpin oleh aktivis Chai Ling, mengungkapkan bahwa Cao dan suaminya diminta untuk membayar denda sebesar 150 ribu yuan atau Rp 222 juta, sebagai biaya beban sosial jika mereka tetap melahirkan anak tersebut.
Chai Ling yang tinggal dalam pengasingan di AS ini, mengaku dirinya telah berbicara langsung kepada Cao dan suaminya. Untuk saat ini, Cao dilepaskan oleh petugas keluarga berencana di Hunan setelah membayar deposit sebesar 10 ribu yuan atau sekitar Rp 14,8 juta. Namun Cao tetap harus membayar keseluruhan denda atau dia akan terpaksa menggugurkan kandungannya. Seandainya Cao akhirnya memilih untuk menggugurkan janinnya, maka uang deposit tersebut akan dikembalikan kepadanya.
Sejak tahun 1980, pemerintah China telah memberlakukan kebijakan pembatasan anak, yakni dengan melarang setiap pasangan untuk memiliki anak lebih dari satu. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan populasi penduduk China yang semakin lama semakin bertambah. [Miao Miao / Beijing]