Setelah Tang menemukan putrinya di sebuah klub penari telanjang dan membawanya pulang, dia melaporkan penculikan itu kepada aparat berwenang, yang ternyata tidak memberi respons dengan baik.
Tang memprotes kelonggaran pemerintah terhadap para pemerkosa putrinya dengan cara berdiri di jalan-jalan Yongzhou, Provinsi Yunan. Dengan berani, ibu yang marah itu mencemooh undang-undang tentang unjuk rasa.
Menurut laporan polisi, Tang "menghalangi mobil dan pintu masuk gedung-gedung dan berteriak-teriak." Dia "melakukan pelanggaran serius dengan mengganggu ketenteraman sosial" dan "menimbulkan pengaruh sosial yang sangat buruk". Tang kemudian ditangkap dan dihukum "tanpa pengadilan resmi" selama 18 bulan di kamp buruh untuk "pendidikan ulang".
Hukuman terhadap Tang mendapat kecaman dari warga, yang menggunakan media internet—melalui blog dan situs microblogging Weibo—serta media cetak. Pemerintah China rupanya "menyerah" pada tuntutan publik dan melepaskan Tang pada Sabtu (11/8/2012).
Kantor berita China, yang dilansir Tionghoanews, melaporkan, Tang dibebaskan setelah pihak kamp buruh memutuskan dia diperlukan untuk merawat putrinya yang kini berusia 17 tahun.
Dalam editorialnya yang sangat kritis, Selasa (7/8/2012), kantor berita China, Global Times, juga menyebut bahwa Pengadilan Tinggi Provinsi Hunan menjatuhkan hukuman bagi tujuh terdakwa pemerkosa kasus itu. Dua terdakwa dijatuhi hukuman mati, empat orang dihukum seumur hidup, dan satu orang lagi divonis 15 tahun penjara.
Sebuah kabar yang menggembirakan bagi Tang. Namun, bila bicara tentang penghilangan secara paksa, China masih harus menempuh jalan panjang untuk memenuhi standar internasional hak asasi manusia.
Jika bukan karena kemarahan masyarakat yang tercermin lewat media dan internet, Tang mungkin mengalami hal yang sama dengan "penjahat" dan "pembuat onar" di China yang hilang setiap tahun.
"Pemerintah China sudah secara teratur menggunakan dakwaan keamanan negara terhadap orang-orang yang dianggap kritis dan pembangkang, dan kejadian penghilangan orang secara paksa meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir," kata Human Right Watch (HRW) dalam sebuah pernyataan.
Nicholas Bequelin, seorang peneliti HRW yang berbasis di Hongkong, mengatakan pada The Daily Beast, "Kepolisian memiliki sistem yang sangat mendukung untuk membuat orang-orang yang dianggap pembuat onar menghilang tanpa melalui proses apa pun." [Wang Lie Fei / Beijing]
Iklan baris:
MELAYANI IMPORT BORONGAN DARI SINGAPORE TO JABODETABEK RP.45.000 PER KG
Kontak Telp: 021-26264750 Fax: 021-26264760 Hp.0856-755-0123, 0812-9855-8800 Email: pttci@yahoo.co.id
.