Perempuan yang sudah sepuluh tahun mengembangkan bisnis garmen itu mendapat banyak pesanan dari pengusaha China. "Kalau yang mau bertransaksi dari Indonesia, biasanya produsen asal China langsung percaya.
Itu karena hubungan dagang diantara kedua negara berlangsung cukup baik," ungkapnya. Penambahan volume perdagangan diakuinya cukup tinggi.
Itu tentu saja menguntungkan baginya dan pengusaha mikro serta menengah lainnya. "Jumlah pedagang seperti kami ini kan banyak. Setiap hari perputaran uangnya cukup banyak karena kami berdagang baik sebagai agen maupun langsung kepada end user," katanya.
Kelancaran bertransaksi pun diakui Lie Mei Hwa (50). Pengusaha China sering menambah barang di luar jumlah pesanan sebagai bonus.
"Saya melihat, mereka (pengusaha China, Red) memandang Indonesia sebagai pasar potensial karena daya beli masyarakat Indonesia rata-rata masih cukup tinggi. Dan pasar Indonesia cukup welcome terhadap barang-barang China karena harganya yang terjangkau," terangnya.
Banyaknya forum bisnis yang selenggarakan komunitas Tionghoa, lanjut Lie, membuka gerbang perdagangan Indonesia-China semakin luas. Sementara mengenai imbas ASEAN China Free Trade Area (ACFTA), dia enggan berkomentar banyak. "Pengusaha Indonesia harus bersaing dengan produsen luar," pungkasnya. [Sizi Li / Jakarta / Tionghoanews]