Namun, pihak berwenang di Beijing masih menyatakan jika indeks kualitas udara mereka masuk kategori 'ringan'. Kondisi ini membuat masyarakat Beijing memeriksa kondisi udara sekitar secara swadaya.
Dengan alat kecil seperti transistor radio, warga kemudian memberitakan kondisi yang tercatat secara online. Kegiatan ini bisa membahayakan keselamatan mereka mengingat Pemerintah Beijing cukup ketat dalam pengendalian negara. Bentuk apa pun yang dianggap melangkahi wewenang negara, bisa berujung fatal.
"Pemerintah selalu khawatir jika mereka memberi tahu kondisi sesungguhnya akan terjadi kegelisahan sosial. Tapi kenyataan ya kenyataan, baik Anda mengatakannya ke publik atau pun tidak," ujar Feng Yongfeng, seorang jurnalis dan juga pendiri Green Beagle. Asosiasi ini memiliki misi meningkatkan kesadaran lingkungan dan meningkatkan kualitas lingkungan China.
Disebutkan salah satu aktivis di Beijing, Wang Qiuxia, jika masyarakat setempat mulai peduli lingkungan karena sudah mulai mapan dalam kehidupan. Selain itu, mereka juga sudah sering berinteraksi dengan dunia melalui jaringan internet dan sadar jika kebersihan lingkungan itu penting.
"Orang yang memiliki pendapat rendah hanya khawatir soal baju dan makanan. Jika dua hal itu bukan lagi masalah, mereka mulai khawatir soal lingkungan dan kesehatan, terutama udara," kata Wang.
Salah satu alasan mengapa Pemerintah setempat menutupinya karena mereka tidak memasukan partikel PM2.5. Partikel inilah yang ingin dideteksi grup pecinta lingkungan di China. Partikel ini sangat amat kecil, hanya berdiameter sekitar 2,5 mikrometer, atau setara dengan sepertigapuluh lebar rambut manusia. Partikel ini berasal dari pembakaran kendaraan bermotor atau pun pembangkit listrik. [Julianty Chang / Singkawang / Tionghoanews]