Unjuk rasa tersebut semakin marak setelah seorang warga desa mati di kantor polisi.
Mereka menentang pengambialihan lahan pertanian oleh para pejabat setempat tanpa ganti rugi yang layak.
Penduduk Wukan mengatakan penutupan jalan menyebabkan terhambatnya pasokan pangan.
Gambar-gambar di internet menunjukkan ribuan warga ikut dalam unjuk rasa sambil membawa sejumlah spanduk.
Seorang wartawan Inggris yang menyaksikan unjuk rasa mengatakan para warga mengejar polisi dan pejabat pemerintah setempat.
Mereka mendesak agar pemerintah pusat di Beijing campur tangan dalam masalah ini.
* Memicu kemarahan
Unjuk rasa di Wukan berawal pada bulan September dan hanya diikuti oleh beberapa ratus orang.
Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa menghancurkan tembok yang didirikan sebagai pembatas tanah yang akan digunakan untuk proyek pembangunan. Beberapa pengunjuk rasa juga merusak kantor pemerintah setempat.
Beberapa hari lalu unjuk rasa marak kembali setelah penangkapan Xue Jinbo, yang bertindak sebagai wakil pengunjuk rasa.
Polisi mengatakan Jinbo dan sekelompok warga lain ditangkap sehubungan dengan peristiwa kekerasan pada bulan September.
Namun pria itu tewas di tahanan polisi yang memicu kemarahan para pengunjuk rasa.
Warga menuduh polisi menyiksa Jinbo selama berada di dalam tahanan, walau media resmi pemerintah Cina menyebutkan dia tewas karena gagal jantung. Disebutkan pula bahwa tidak ada tanda-tanda penyiksaan di tubuhnya.
Kini warga meminta agar jenazah Jinbo dikembalikan kepada keluarganya yang tidak dilakukan pemerintah setempat.
"Tidak ada undang-undang tertulis yang mengatakan jenazahnya tidak boleh dikembalikan kepada keluarga," tegas seorang warga.
Dia juga menegaskan bahwa unjuk rasa tidak akan berhenti. [Jeni Wang / Semarang / Tionghoanews]