Bentuk usaha ini dimulai dengan penandatanganan pembentukan perusahaan joint venture pada Senin (26/3/2012). Pembentukan perusahaan patungan ini ditindaklanjuti dengan pembangunan pabrik yang merupakan realisasi atas perjanjian MoU pada 28 April 2010 lalu.
Perusahan patungan ini akan mengembangkan obat-obat kortikosteroid dalam bentuk produk steril atau injeksi guna mengantisipasi pasar BPJS di dalam negeri dan membuka pasar regional khususnya di ASEAN. "MoU ini merupakan momentum tepat karena BPJS akan diberlakukan pada 2014. Kebutuhaan obat-obat dan injeksi akan naik 2-3 kali lipat dari sekarang, oleh karena kerjasama ini dipercepat,jadi pabrik bisa beroperasi sebelum 2014. Feasibility disusun bisa lebih cepat," ujar Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk, Sjamsul Arifin, Senin (26/3/2012).
Sementara itu, CEO PT Tigaka Distrindo Perkasa Sugiyanto menuturkan, investasi perusahaan patungan sebesar Rp 250 miliar. Dana tersebut sekitar 60% dari pihak perbankan yaitu bank China dan bank lokl,dan sisanya 40% dari ekuitas. Ekuitas 40% itu bagian dari pemegang saham.
Dalam kerjasama ini Indonesia memiliki 54% saham (Kimia Farma 50% dan TDP 4%), sementara Tianjin memiliki 46% saham. Perusahaan patungan tersebut akan membangun pabrik di kawasan industri Lippo Cikarang seluas 3 hektar.
Pembangunannya dimulai pada awal 2013, dan diharapkan selesai dalam satu tahun. Produk kapasitas terpasang bisa sampai 300 juta ampul dan 10 juta infus per tahun. "Untuk awal akan produksi 30 juta ampul dan 10 juta vial," kata Sjamsul.
Perseroan berencana untuk memasarkan produk ampul dan vial tersebut sekitar 50% ke Indonesia, dan ekspor 10%-20%. Tetapi ke depan pemasaran 50% ke Indonesia dan 50% untuk ekspor.
Chairman Tianjin Pharmaceutial, Lu Yan Chang mengatakan, pihaknya memilih Indonesia karena bisnis Indonesia alami kemajuan pesat dan populasi Indonesia cukup besar. Sehingga membutuhkan obat murah dan volume besar. "Kebijakan pemerintah Indonesia sangat kondusif untuk farmasi," kata Lu. [Renata Koh / Jakarta]