"Memang ada perbedaan (statistik perdagangan China-Indonesia). Menurut China, yang surplus Indonesia, tapi menurut Indonesia, justru yang surplus China. Kalau itu yang terjadi, berarti ada barang yang keluar dari Indonesia yang tidak melalui pintu yang benar, tetapi tercatat di negara penerima. Ini alias menghindari pajak," kata Presiden, Sabtu (24/3), di Beijing, China.
"Terus terang, banyak barang Indonesia yang dipasarkan ke mancanegara lewat negara tetangga. Itu juga pengkhianat. Tukang tadahnya tidak baik, orang kita yang menyelundupkan juga tidak baik," kata Presiden.
Wartawan Rikard Bagun dan C Wahyu Haryo PS melaporkan, data Kementerian Perdagangan China, seperti dikutip Kedutaan Besar RI untuk China, menunjukkan, nilai perdagangan kedua negara tahun 2011 mencapai 60,58 miliar dollar AS. Ekspor China ke Indonesia 29,26 miliar dollar AS dan impor China dari Indonesia mencapai 31,32 miliar dollar AS (Indonesia surplus 2,06 miliar dollar AS).
Namun, data Kementerian Perdagangan RI hingga November 2011 menunjukkan, nilai perdagangan China-Indonesia mencapai 49,15 miliar dollar AS. Ekspor Indonesia ke China mencapai 22,94 miliar dollar AS dan impor Indonesia dari China mencapai 26,21 miliar dollar AS (Indonesia defisit 3,27 miliar dollar AS).
Dari nilai ekspor Indonesia yang dicatat Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China itu, ada selisih 8,38 miliar dollar AS atau sekitar Rp 75 triliun. Jika selisih ekspor itu dari pengiriman barang secara tidak sah, ada potensi pajak atau penerimaan negara dalam jumlah besar yang hilang akibat penyelundupan.
Presiden memerintahkan Kementerian Perdagangan mengecek pintu ekspor dan simpul- simpul lain yang memungkinkan keluarnya barang yang tak tercatat itu. "Kalau ada pelanggaran, copot saja, tidak usah dibina, dibimbing, diasuh. Sudah cukup dirugikan sekali. Saya mendengar sudah beberapa tahun hal yang ganjil ini terjadi," katanya.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, dugaan penyelundupan itu baru sebatas observasi awal yang akan didalami lebih lanjut. Bisa jadi selisih itu disebabkan ekspor Indonesia yang tidak langsung ke negara tujuan, tetapi harus transit di negara lain, seperti Singapura dan Malaysia.
Namun, ia mengakui tidak bisa sepenuhnya mengontrol pengiriman barang melalui pelabuhan atau pintu ekspor resmi. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan koordinasi dan keterbukaan instansi terkait, seperti bea dan cukai, kepolisian, TNI AL, serta penjaga laut.
Dalam pertemuan bilateral Presiden Yudhoyono dan Presiden China Hu Jintao, sehari sebelumnya, perdagangan kedua negara menjadi salah satu pokok bahasan. Kedua pemimpin negara menyepakati adanya komitmen bersama untuk mendorong pencapaian volume perdagangan hingga 80 miliar dollar AS pada 2015 secara berimbang. [Yanti Ng / Jakarta]