Dikutip dari Reuters, Kamis (28/2/2013), sumber dari kantor berita Xinhua mengatakan, pemerintah China ingin mengurangi ketergantungannya pada produsen pesawat asing seperti "Boeing, Airbus, General Electric, dan Rolls Royce" seiring dengan meningkatnya kebutuhan pesawat Negeri Tirai Bambu ini.
Sejauh ini, industri pesawat terbang China gagal membangun produk mesin pesawat yang andal, dan masih bergantung pada Rusia dan negara barat, baik untuk komersial maupun militer.
Xinhua juga mewawancarai seorang profesor ahli dirgantara dari Universitas Beijing yang mengetahui bahwa dana Rp 152 triliun itu akan digunakan China untuk melakukan pengembangan riset teknologi, desain, dan material untuk industri pesawat.
Proyek pengembangan pesawat lokal ini sedang dalam proses perizinan dari dewan negara.
Perusahaan yang akan mengikuti proyek ini disebut-sebut adalah Shenyang Liming Aero-Engine Group Corp, AVIC Xi'an Aero-Engine (Group) Ltd (600893.SS), dan banyak lembaga riset China lainnya.
Aviation Industry Corporation of China (AVIC) merupakan kontraktor pesawat komersial dan militer terbesar di China. Perusahaan in telah melobi pemerintah China untuk menggelontorkan dana besar guna membangun mesin jet berteknologi tinggi.
Saat in industri militer dan dirgantara China telah dilarang menjual produk-produknya karena embargo negara-negara barat usai kerusuhan di Tiananmen.
Industri penerbangan China dikabarkan akan menggelontorkan 300 miliar yuan (US$ 49 miliar) guna mengembangkan mesin jet dalam dua dekade ke depan. [Miao Miao / Beijing]
***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id